Legenda Gunung Arjuna

 

Legenda Gunung Arjuna

Dalam kisah pewayangan dikisahkan bahwa Prabu Pandu memerintah di Kerajaan Hastinapura. Ia memiliki lima orang putra yang dikenal sebagai Pandawa yang berarti Anak Pandu.

 

Kelima orang Pandawa itu adalah Yudhistira, Bhima, Arjuna, serta si kembar Nakula dan Sadewa. Yudhistira, Bhima, dan Arjuna lahir dari permaisuri pertama Prabu Pandu yang bernama Kunti, sedangkan Nakula dan Sadewa lahir dari permaisuri kedua yang bernama Madri.

 

Dari kelima Pandawa tersebut, Arjuna dikenal memiliki ilmu kesaktian yang tinggi dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Nama Arjuna diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti yang bersinar atau yang bercahaya. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, sang Dewa Perang.

Sebagai titisan Dewa Indra, Arjuna memiliki ilmu peperangan yang tinggi. Ia sangat mahir memanah dan sakti mandraguna. Semua kesaktian tersebut merupakan anugerah dari para Dewa karena ketekunannya bertapa. Namun, karena belum puas dengan kesaktian yang dimilikinya, Arjuna masih sering melakukan tapa untuk menambah kesaktiannya.

Pada suatu ketika Arjuna bertapa di puncak sebuah gunung dengan sangat tekunnya, hingga berbulan – bulan. Karena ketekunannya hingga tubuhnya mengeluarkan sinar yang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Karena perbawanya yang hebat jika burung berani terbang di atasnya pastilah jatuh tersungkur. Makhluk apapun tak berani mengganggu.

Begitu khusuknya Arjuna bersemedi hingga menimbulkan goro-goro di Kahyangan Suralaya, Kahyangan geger. Kawah condrodimuko mendidih menyemburkan muntahan lahar. Bumi bergoncang, petir menggelegar di siang bolong.

Terjadi hujan salah musim hingga menimbulkan banjir, menyebarkan penyakit, orang yang sore sakit pagi mati, pagi sakit sore mati. Bahkan gunung tempatnya bertapa menjadi terangkat menjulang ke langit.

Para Dewa sangat khawatir, dan kemudian mereka berkumpul mengadakan sidang yang dipimpin oleh Batara Guru. Dari sidang itu, para Dewa memutuskan bahwa hanya Batara Narada yang dianggap sanggup menyelesaikan masalah tersebut.

BACA:  Hashomer sang Pelindung Yahudi

Batara Narada pun buru-buru terbang ke bumi. la menyelidiki untuk mengetahui apa yang menyebabkan kahyangan ber­guncang hebat. Sesaat ia terbang, berputar-putar di angkasa. Dilihatnya Arjuna sedang bertapa di puncak gunung. Bersabdalah Batara Narada,

“Cucuku Arjuna, bangunlah dari tapamu. Semua orang bahkan para Dewa akan menjadi celaka bila kau tak menghentikan tapamu.”

Arjuna mendengar panggilan tersebut. Namun karena keangkuhannya, justru dia malah semakin tekun bertapa. Dia berpikir bila dia tidak mau bangun pasti Dewa-dewa akan kebingungan dan akan menghadiahkan banyak senjata dan kesaktian. Batara Narada gagal membangunkan tapa Arjuna, meskipun dia sudah menjanjikan berbagai kesaktian. Dengan bingung dan putus asa, Batara Narada segera terbang kembali ke kahyangan.

Barulah Batara Guru tahu siapa penyebab kegoncangan kahyangan tetapi tidak mengetahui apa kemauan Arjuna itu. Sidang pun segera digelar untuk mencari cara bagaimana membangunkan sang Arjuna dari tapanya. Lalu Batara Guru memanggil tujuh bidadari cantik dan memerintahkan mereka untuk menggoda Arjuna sampai ia mau mengakhiri tapanya. Para bidadari itu pun terbang ke bumi.

Setibanya di tempat Arjuna, para bidadari cantik itu mulai merayu dengan suara lembut. Segala cara mereka pakai untuk membangunkan Arjuna dari tapanya. Namun, Arjuna tidak bergeming. la tidak tergoda sedikit pun oleh rayuan mereka. Para bidadari jelita itu kembali ke kahyangan dengan wajah kecewa dan melaporkan kepada Batara Guru atas kegagalan mereka menggoda Arjuna.

Lalu Batara Guru memanggil para dedemit dan memerintahkan mereka untuk menakut-nakuti Arjuna. Sepasukan dedemit segera berangkat ke gunung tempat Arjuna bertapa. Mereka pun menakut-nakuti Arjuna dengan segala cara. Namun, penengah Pandawa itu tetap tidak bergeming. la seakan terlena dalam tapanya.

BACA:  Misteri Bumi Datar dari Beberapa Catatan dan Manuskrip Kuno

Para dedemit segera melaporkan kegagalan mereka kepada Batara Guru. Betapa gundah hati Batara Guru, ia berjalan mondar-mandir untuk mengurangi keresahan hatinya. Di saat nyaris putus asa, tiba-tiba Batara Guru teringat Dewa Ismaya. Dewa Ismaya itu tak lain adalah Semar yang menjadi pengasuh Pandawa di bumi. Batara Narada segera diutus ke bumi untuk menemui Batara Ismaya. Dewa yang bertubuh gemuk itu pun segera melesat ke bumi. Setibanya di tempat Semar, Batara Narada pun men­ceritakan keresahan hati Batara Guru.

Semar merasa terkejut dengan kelakuan Arjuna itu yang dikenal sebagai seorang satria yang baik. Lalu Semar berjanji kepada Batara Narada agar Batara Guru tetap tenang dan akan segera menemui Arjuna untuk menyadarkan anak asuhannya tersebut.

Setelah mengucapkan terima kasih, Batara Narada pun segera kembali ke kahyangan. Semar termenung sendirian dan sibuk mencari akal. Ia pun ingat untuk meminta bantuan adiknya yang bernama Togog. Lalu, ia berangkat ke rumah adiknya. Togog menyambut dengan gembira dengan kedatangan kakaknya. Semar pun menceritakan perihal tugas yang diberikan Batara Guru kepadanya.

Kedua kakak-beradik itu segera berangkat. Setibanya di gunung tempat Arjuna bertapa, mereka berpencar. Masing-masing menempati sisi gunung itu. Lalu mereka bersemadi. Berkat kesaktian mereka, tubuh mereka berubah menjadi tinggi besar. Tingginya melampaui puncak gunung itu. Lalu mereka mengeruk bagian bawah puncak dan memotongnya. Mereka melemparkan puncak gunung itu ke tempat lain. Terdengarlah suara berdebum saat potongan gunung itu mendarat di bumi.

Arjuna terbangun seketika dari tapanya. la amat terkejut ketika melihat Semar dan Togog di hadapannya. Arjuna menanyakan kepada mereka apa yang sebenarnya terjadi. Semar mengatakan telah memotong gunung yang dijadikan Arjuna bertapa. Lalu, Semar memberi nasihat:

BACA:  Gunung Lawu, Gunung Keramat di Tanah Jawa

“Sadarlah, Raden. Raden adalah seorang satria sakti yang disegani setiap orang. Oleh karena itu, Raden harus rendah hati dan tidak sombong. Keangkuhan Raden bisa menimbulkan malapetaka bagi diri Raden, juga bagi orang lain.”

“Terima kasih atas bantuan kalian, Uwa Semar dan Uwa Togog,” ucap Arjuna. “Kukira tugas kita telah selesai, Kakang. Mari kita pulangl” ajak Togog. “Aku setuju, Uwa Togog. Aku pun sudah rindu pada Petruk, Gareng, dan Bagong,” sambut Arjuna. Ketiga orang itu pun segera meninggalkan tempat itu.

Semar bersyukur Arjuna telah menyadari kesalahannya karena kalau tidak Sanghyang Wenang, raja segala dewa pun, tak akan memaafkan perbuatan Arjuna tadi. Ketiga orang itu pun segera meninggalkan tempat itu.

Sejak itu gunung tempat Arjuna bertapa itu diberi nama Gunung Arjuna. Sedangkan puncak gunung yang dilemparkan oleh Semar dan Togog dinamai Gunung Wukir. Gunung Arjuna terletak di sebelah utara Kota Batu, sedangkan Gunung Wukir letaknya di sebelah tenggara Kota Batu sekarang.

Kesimpulan

Cerita tentang Gunung Arjuna ini disebut legenda, sebab Gunung Arjuna dan Gunung Wukir itu masih bisa kita lihat sampai sekarang. Gunung Arjuna terletak di sebelah utara kota Batu, sedangkan Gunung Wukir letaknya di sebelah tenggara kota Batu.

Perlu kita ingat bahwa kita sering lupa diri seperti Arjuna. Lebih-lebih kalau kita sedang bernasib baik. Kita cenderung menjadi sombong dan tinggi hati. Dengan membaca legenda ini hendaknya selalu ingat bahwa kesombongan itu tidak baik, karena bisa merugikan diri kita dan orang lain. Hendaknya kita selalu rendah hati meskipun kita mempunyai keistimewaan tertentu.

 
 

TOPIK LAINNYA

bilik misteri, Ciri-ciri KETURUNAN Serunting Sakti, Tembok antartika menurut Al Quran, sipahit lidah keturunan siliwangi, Cara menjadi murid Sang Hyang Nur Cahyaning Nirwana, kesaktian angling darma vs siliwangi, missingqeu, ciri ciri keturunan nyi mas gandasari, lebih sakti mana Siliwangi atau angling dharma, ciri ciri keturunan pangeran cakrabuana

JANGAN LEWATKAN